Teman diri

Aku ingat sebuah peran antagonis, yang bekerja diluar tugas utama otak sebagai mesin pencipta kenangan.
Setelah dicari dan ditelusuri baik-baik ternyata bersumber dari sebuah rasa yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Sebenarnya peran itu tidak akan hadir apabila sebelum bertemu rasa aku sudah bertemu dengan 2 orang teman baruku.

Setelahnya, aku kembali dipertemukan dengan sesuatu.
Yang menjadikan peran ini dilakonkan semakin kuat, semakin percaya dan semakin keras kepala.
Aku tidak mendengar kanan kiri depan belakang, tidak menoleh. Dia memberi dukungan penuh atasku.

Dia bernama ego.

Aku berteman dengannya cukup lama, menjadi posesif dan sedikit tidak tahu diri. Antagonisku lama-lama marah, semakin jauh dari yang diharapkan.

Sebuah pengharapan yang selalu dijanjikan oleh teman baruku, ego

Ditengah jalan setapak, ada dua orang yang menemuiku dan mengajak untuk beristirahat sebentar. Hanya memberi air putih, tidak menawarkan teh, susu atau kopi yang sangat aku sukai.
Lalu aku bertanya tentang kopi dengan alasan agar aku tidak mengantuk dan sedikit tenang. Mereka tidak memberiku kopi dengan alasan terima saja, hanya ada air putih disini sekarang. Aku menjawab kenapa tidak mencari warung? Mereka menolak dan bilang kenapa kau tidak minta pada teman barumu yang itu?
Sekarang aku yang menolak.

Setelah beristirahat, mereka berdua mengajakku pulang. Dan mengatakan kalau aku sudah lelah dengan antagonisku, dan butuh untuk istirahat lebih untuk mencari perjalanan baru ke dalam diri. Aku bertemu mereka.

Mereka bernama kesadaran dan penerimaan.

Comments

Popular Posts